UNIKA Gelar Pemutaran Film Penggusuran Tambakrejo, Hendi; Saya Sangat Miris dengan Penggusuran Itu

Peserta diskusi di Aula Thomas Aquinas Lantai 3 UNIKA (mushonifin/sigijateng.id)

SIGIJATENG.ID, Semarang – Guyub TBRS, TUKfilm, dan Pastoran UNIKA Soegijapranata mengadakan diskusi publik Tambakrejo #bergerakbersama dan lounching film dokumenter penggusuran warga pinggir muara sungai Banjir Kanal Timur di RT 5 RW 6 kampung Tambakrejo. Diskusi ini diadakan di ruang teater gedung Thomas Aquinas Lantai 4 UNIKA Soegijapranata Semarang, Senin (11/11/2019) siang.

Sebelum dialog dimulai, panitia memutarkan film Tambakrejo #bergerakbersama dengan durasi selama kurang lebih 45 menit.

Salah seorang narasumber yang menggarapa film tersebut, Daniel Hakiki mengatakan bahwa kasus penggusuran di Tambakrejo pada 9 Mei lalu harus menjadi pelajaran bagi pemerintah Kota Semarang, terutama Pak Hendi selaku Walikota agar lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan.

Para narasumber sedang memberikan materi diskusi (mushonifin/sigijateng.id)

“Saya bersyukur Mas Hendi (Walikota Semarang) bisa hadir berdiskusi bersama kami dan mau mendengar keluhan warga Tambakrejo yang hadir di sini,” ujar pria berkucir yang juga menjabat Ketua Komisi Sastra Dewan Kesenian Semarang ini.

Produser Film Tambakrejo #bergerakbersama, Sunu Pajar mengatakan pihaknya memproduksi film dokumenter ini adalah dengan niat mendokumentasikan cerita ini sebagai pengingat kita bahwa di Kota Semarang pernah terjadi kepahitan.

“Sebagai produser tentu saya melihat peluang untuk memperkenalkan kreator kami ini. Kisah-kisah yang terjadi di Tambakrejo juga menurut saya layak dijadikan film untuk pengingat bagi kita, terutama untuk pemerintah dalam mengambil kebijakan,” ujar Sunu.

Menurut Sunu, penggusuran memang tak bisa dianggap sebagai hal yang manusiawi. Namun hebatnya, pemerintah kota Semarang menetapkan Tambakrejo sebagai kampung Nelayan pasca penggusuran.

3,4,5. Scene film Tambakrejo #bergerakbersama (mushonifin/sigijateng.id)

“Inilah yang menjadi hal penting film ini dibuat, karena pasca penggusuran kampung itu dijadikan sebagai Kampung Nelayan,” lanjut Sunu.

Sang Sutradara, Anto Galon mengatakan film ini adalah suara hatinya.

“Saya gak perlu ngomong apa-apa lagi, karena apa yang saya omongkan ada di film itu,” ujar Anto.

Rohmadi, Ketua RT 5 RW 6 yang menjadi lokasi penggusuran mengungkapkan harapannya agar momentum ini menjadi persahabatan antara warga Tambakrejo dan seluruh pihak yang membantu warga dan hadir di diskusi siang ini.

“Kami berterimakasih pada pak Hendi dan Romo Budi serta pihak-pihak yang sudah membantu warga, utamanya para mahasiswa, semoga kita menjadi sahabat selamanya,” ujar Rohmadi.

Saat mengisi materi, Walikota Semarang, Hendi mengatakan bahwa penyelesaian konflik yang terjadi di masyarakat, terkhusus warga Kota Semarang, terkhusus lagi warga kampung Tambakrejo adalah warga itu sendiri.

“Kami selaku Pemerintah Kota Semarang hanya memberikan respon atas kebutuhan warga,” ujarnya.

Disinggung mengenai kebijakan penggusuran oleh peserta, Hendi menjawab ada kesalahan komunikasi dan pihak Pemkot langsung melakukan tindakan agar gejolak yang terjadi pasca penggusuran tidak besar.

“Saya sendiri sangat miris dengan kejadian penggusuran itu, tapi saya berkomitmen untuk memperbaiki semua ini,” tegasnya.

Mewakili tuan rumah, Romo Aloys Budi Purnomo mengatakan pihaknya mengapresiasi setiap pihak yang mau duduk bersama dalam penyelesaian penggusuran di Tambakrejo.

“Kita tidak boleh saling menyalahkan, alangkah baiknya semua pihak duduk bersama. Karena hanya dengan hal seperti itulah problem sebesar apapun bisa kita bicarakan dengan damai. Itulah langkah untuk memanusiakan manusia”, pungkasnya. (mushonifin)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini