Ponpes Siap Mendukung Pemberlakukan UU Jaminan Produk Halal

Pengasuh Pondok Pesantren Futuhiyyah, Suburan Mranggen, Demak, KH Hanif Muslih Lc saat menyampaikan sambutan dalam upacara pembukaan Halaqah Ulama di Pondok Pesantren Futuhiyyah, Mranggen, Demak, Sabtu (24/8/2019). (foto ist/sigijateng.id)

SIGIJATENG.ID, Demak – Pondok pesantren harus mendukung pemberlakuan Undang-undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) yang akan dilaksanakan pertengahan Oktober 2019. Undang-undang Jaminan Produk Halal itu sebagai bentuk kehadiran negara yang memberikan jaminan kepada setiap warga negaranya mengkonsumsi barang halal.

Demikian dikatakan pengasuh Pondok Pesantren Futuhiyyah, Suburan, Mranggen, Demak, KH Hanif Muslih Lc saat membuka Halaqah Ulama ‘’Optimalisasi Peran Pesantren dalam Menciptakan SDM Unggul Melalui Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) di Lingkungan Pondok Pesantren”, di Pondok Pesantren Futuhiyyah, Mranggen, Demak, Sabtu (24/8/2019).

“UU JPH perlu didukung pihak pesantren. Apalagi regulasi ini sudah lama diundangkan. Dan  kami siap mendukungnya,’’ kata KH Hanif

Adapun Halaqah tersebut dimoderatori KH Ahmad Badawi Basyir (Gus Badawi) dari Kudus, dengan  menghadirkan pembicara Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Sukoso dan praktisi pesantren dan mantan Rektor UIN Malang, Imam Suprayogo, Kepala Pusat Sertifikasi dan Registrasi Halal BPJPH Mastuki dan Asiten Deputi Pembinaan Umat Beragama Kementerian PMK Sahlan Masduki Syamhudi.

Menurut Kiai Hanif, kebutuhan terhadap produk halal sudah menjadi komitmen seorang muslim. Karena Alquran dan Sunnah Nabi saw memerintahkan agar seorang muslim memperhatikan makanan yang halal, thayyib, dan mubarakan (berkah). Pesantren yang menjadi rujukan masyarakat dan santri perlu mensosialisasikan soal halal ini.

“Produk yang kita konsumsi harus halalan thayyiban mubarakan. Untuk itu perlu jaminan, keamanan, dan kenyamanan. Melalui UU JPH insya Allah jaminan dan kepastian itu bisa dilaksanakan. Makanya pesantren harus mengambil peran”, kata Mursyid Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah ini.

Dia menuturkan, saat ini banyak orang ragu apakah semua produk yang dikonsumsi muslim sudah halalan thayyiban mubarakan. Dia mencontohkan sosis yang beredar di pasaran atau supermarket berasal dari bermacam daging (yang belum jelas halal atau haramnya). Makanya, agar masyarakat mengkonsumsi barang halal, semua produk yang beredar harus dipastikan kehalalannya. Pesantren, menurutnya  harus siap bekerja sama dengan berbagai pihak untuk melakukan pengawasan terhadap produk halal.

Gus Badawi Basyir menjelaskan, halaqah ulama tersebut merupakan kerja sama Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dengan Kemenko PMK dan Pesantren Futuhiyyah Mranggen.

Halaqah dihadiri oleh para ulama dan pimpinan pesantren se-Jateng, pimpinan ormas keagamaan,  pejabat Kemenko PMK, Pemda Kabupaten Demak, kalangan akademisi, perguruan tinggi, dan praktisi halal di pesantren.

Kepala BPJPH, Sukoso mengatakan, lahirnya sertifikasi halal di Indonesia yang memang berangkat dari kebutuhan jaminan halal yang sangat diperlukan oleh masyarakat kala itu. Dengan lahirnya UU JPH pada 17 Oktober 2014, maka pemerintah hadir untuk memberikan kepastian hukum jaminan produk halal di Indonesia. Dikatakannya, bahwa penyelenggaraan JPH bertujuan untuk memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan Produk Halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan Produk dalam kehidupan sehari-hari.

Kepala Pusat Sertifikasi dan Registrasi Halal BPJPH Mastuki, menjelaskan, UU JPH merupakan salah satu perwujudan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Untuk menjamin setiap pemeluk agama beribadah dan menjalankan ajaran agamanya, negara berkewajiban memberikan pelindungan dan jaminan tentang kehalalan produk yang dikonsumsi dan digunakan masyarakat. 

Lebih lanjut, Mastuki menerangkan bahwa di samping bertujuan untuk perlindungan, penyelenggaraan JPH juga bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual produk halal. “Dengan adanya label halal yang menandakan bahwa produk tersebut memenuhi standar halal, maka produk tersebut memiliki nilai tambah. Nilai tambah tersebut penting karena sebagai plus-value tentu memperkuat daya saing produk dalam perdagangan global yang kompetitif sekarang ini”, tegasnya.

BPJPH sesuai UU 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal memiliki kewenangan untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan JPH, menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria, menerbitkan dan mencabut Sertifikat Halal dan Label Halal pada Produk, melakukan registrasi Sertifikat Halal pada Produk luar negeri, melakukan sosialisasi, edukasi, dan publikasi Produk Halal.

Mantan Rektor UIN Malang, Imam Suprayoga mengatakan, pesantren memiliki peluang strategis untuk menjadi Pusat Kajian Halal atau Halal Center. Pesantren dengan posisi dan kiprahnya sebagai rujukan di tengah masyarakat tentu juga dapat berperan dalam pembinaan masyarakat dalam membangun sadar halal atau kesadaran akan pentingnya standar halal dalam kehidupan sehari-hari. 

Imam juga mengatakan bahwa kiprah pesantren dalam JPH dengan mendirikan LPH atau Pusat Kajian Halal merupakan gagasan yang tentu disambut baik oleh para ulama. “Sangat setuju. Para kyai pasti bisa. Hanya saja kapan dimulai dilaksanakannya. Saya yakin ini akan menjadi hal yang luar biasa dan ummat menjadi lebih mantab dengan hal ini. Apalagi halal memang sudah mendunia. Dan halal membuka lapangan pekerjaan yang sangat luar biasa.” tegasnya.

Sementara itu Assiten Deputi Pembinaan Umat Beragama Kementerian PMK Sahlan Masduki Syamhudi menyatakan bahwa lahirnya UU dan PP JPH (Peraturan Pemerintah Nomor 31 tentang Pelaksanaan UU JPH) adalah momentum bagi pesantren untuk membangun bangsa melalui JPH ini. Implementasi JPH ini menjadi sangat penting dan strategis. Masa peralihan ini BPJPH menjadi perhatian utama pemerintah. Terkait hal itu ada tantangan besar karena perlu ada ketersediaan LPH dan auditor yang tersertifikasi MUI di setiap kabupaten/kota. Dalam hal ini ulama dan kiai dapat berperan. (rizal)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini