DPRD Jateng Desak Pemprov Segera Rotasi Guru dan Pemerataan Sarpras Sekolah

H Moh Zen Adv, anggota Komisi E, Fraksi PKB DPRD Jateng. ( foto Aris/ sigijateng.id)

SIGIJATENG.ID, Semarang – Anggota Komisi E DPRD Jateng H Moh Zen Adv meminta Dinas Pendidikan Pemprov Jateng untuk tidak segan melakukan rotasi guru SMAN dan SMKN sebagai tindak lanjut dari PPDB SMAN 2019 yang berbasis zonasi. Rotasi dilakukan agar terjadi penyegeran dan sekaligus pemerataan tenaga pengajar.

“Pro kontra PPDB 2019 memang ada. Salah satu dampak positif PPDB zonasi adalah masyarakat mulai menghilangkan stigma sekolah SMNN favorit dan tidak favorit, sekolah unggulan dan tidak unggulan. Sebagai tindak lanjutnya pemerintah harus segera melakukan rotasi untuk pemerataan guru,” kata Moh Zen, kepada Sigijateng.id di Gedung Berlian jalan Pahlawan Semarang, Selasa (30/7/2019).

Menurut politisi PKB ini, selama ini stigma sekolah favorit dan tidak favorit memang sangat kuat di masyarakat. Imbasnya, masyarakat berlomba-lomba agar ankanya bisa diterima di sekolah favorit. Sekolah berlabel favorit selalu kebanjiran pendaftar, dan disisi lain sekolah non favorit akan sepi pendaftar.  Bahkan banyak sekolah tidak favorit kekurangan murid.

“Sekarang saatnya dilakukan rotasi para guru. Agar penyebaran guru merata. Namun rotasinya juga jangan ekstrim. Perpindahan guru masih dalam satu wilayah. Jangan jauh, apalagi lintas kabupaten. Pertimbangkan juga keluarga para guru. Kalau jauh kasihan,” kata Zen, alumni IAIN Walisongo ini.

Jajaran Komisi E DPRD Jateng saat kunjungan kerja ke SMKN 3 Boja Kendal ( foto istimewa)

Selanjutnya, kata Zen, pemerintah juga segera melakukan pemerataan sarana dan prasarana (sarpras) sekolah. Saat ini sarpras memang jomplang. Ke depan, tidak boleh lagi sarpras antara sekolah satu dengan yang lain jomplang. Jika sarpras terpenuhi, maka kualitas sekolah  dan juga siswanya akan meningkat.

“Kebanyakan yang ada saat ini, sarpras sekolah-sekolah di pinggiran, baik SMAN atau SMKN  minim. Berbeda dengan sekolah-sekolah yang berada di tengah kota. Ada sekolah SMK di pinggiran yang membuka jurusan komputer, jumlahnya muridnya mencapai 200 orang, namun sarana komputernya hanya 30 unit. Komisi E DPRD Jateng akan mendorong dan juga mengawal sekolah-sekolah yang selama ini sarprasnya masih minim untuk segera mengajukan anggaran pengadaan sarpras sekolah,” ucapnya.

Dikatakan Zen, pada pekan lalu Komisi E melakukan kunjungan ke sejumlah SMKN di Jawa Tengah. Tujuannya untuk melihat perkembangan pelaksanaan pendidikan kejuruan.

Jajaran Komisi E DPRD Jateng saat kunjungan ke SMKN 2 Demak (foto istimewa)

SMKN yang sudah dikunjungi yakni SMKN 1 Bawen Kabupaten Semarang (Senin, 22/7/2019), SMKN 3 Boja Kondal (Selasa, 23/7/2019) dan SMKN 2 Demak (Kamis, 25/7/2019). Kunjungan ke SMKN akan terus dilanjutkan ke beberapa sekolah lagi. Selama kunjungan juga bertemu dengan jajaran dari Dinas Pendidikan Jawa Tengah, karenanya informasi yang diterimanya bukan hanya sekedar info seputar SMKN saja, namun juga SMAN. Persoalan yang muncul di SMKN dan SMAN saat ini, kata Zen, belum terpenuhinya kebutuhan biaya pendidikan  karena belum ada keputusan dari pemerintah soal besaran SPI (Sumbangan Pengembangan Institusi). Sekolah-sekolah menunggu keputusan pemerintah.

Zen merinci, setiap satu siswa SMKN dibutuhkan biaya pendidikan selama satu tahun sekitar Rp 4,5 juta sedang satu siswa SMAN sekitar Rp 4 Juta. Dari kebutuhan ini,  saat ini sudah terkaver dari BOS (pusat) Rp 1,4 juta, dari Bosda (Provinis Jateng) Rp 1 juta, SPP berdasarkan SE gubernur adalah Rp 75 juta / bulan (Rp 900 ribu setahun). Untuk kekurangannya, pihak sekolah berharap bisa ditutup dari SPI.

“Harapan kami, jika memang nanti ditutup dari SPI, maka perlu menggunakan sistem subsidi silang. Artinya, siswa siswa dari keluarga yang mampu didorong untuk mau menyubsidi siswa siswa dari keluarga miskin. Jangan sampai memberatkan. Apalagi, saat ini soal SPI masih menjadi dinamika di masyarakat,” kata politisi dari Pati ini.

Zen memaparkan, kendala utama sekolah kejuruan adalah belum maksimalnya sistem pengajaran sehingga siswa saat lulus belum juga bisa masuk dunia kerja. Bahkan siswa tidak bisa menciptakan lapangan kerja. “Ini problematika pendidikan vokasi kita. Tugas guru untuk bisa menjawab masalah itu,” pungkasnya.

Hal serupa serupa dikatakan anggota Komisi E DPRD Jateng Adi Rustanto. Masalah pendidikan dinilai belum ada pemecahan secara serius. Di satu sisi, sistem penganggaran untuk pendidikan mendapatkan alokasi yang terbilang besar, namun kerap hasil yang dihasilkan kurang berbanding. “Dari dulu, permasalahannya itu-itu saja. Diperlukan terobosan yang kuat,” kata Adi Rustanto, politisi PDIP ini.

Anggota Komisi E DPRD Jateng Maryuni mengatakan, dunia pendidikan ada keterkaitan yang erat untuk penuntasan kemisikinan. Konsep itu harus diawali dari pola pendidikan dengan menciptakan peserta didik yang berkualitas terutama membekali mereka dengan keterampilan supaya siap memasuki dunia kerja. Terkait dengan penyiapan industri, SMK-SMK harus mau berproses secara cepat demi mengejar kebutuhan tenaga kerja di berbagai perusahaan guna mengantisipasi agar pengangguran tidak terjadi. Menurut dia hal ini sangat berpengaruh bagi siswa supaya saat lulus siap menghadapi dunia kerja.

“Pihak sekolah harus terus menjalin kerja sama dengan perusahaan atau pihak-pihak lembaga terkait. Ini untuk penyaluran siswa setelah lulus. Apa saja yang bisa diajak bekerja sama apakah sesuai dengan jurusan yang diambil atau tidak, lakukan kerjasama. Dan siswa juga dibimbing hingga mereka bekerja,” tutur Marnyuni politisi PAN ini. ( ADV/Aris)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini